Obesitas Mengganggu Seks dan Kesuburan

Kegemukan (obesitas) bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, antara lain masalah seks dan kesuburan. Jika ingin persoalan seksual itu segera terselesaikan, atasi kegemukan Anda. Selain secara konvensional, obesitas juga bisa diatasi dengan operasi bypass lambung.


Boleh jadi berat badan mereka inilah yang memberi andil besar dalam membuat Farida tidak segera hamil. Dikatakan oleh Dr. Indra Gusti Mansur,DHES, Sp.And, dari Klinik SamMarie Jakarta, obesitas dapat menyebabkan hambatan (karena pengaruh fisik) dalam kontak seksual.


"Pada pria penumpukan lemak yang berlebihan di daerah pubis sering menyebabkan penis seakan-akan tidak menonjol, kelihatan lebih pendek dan kecil sehingga menghambat penetrasi," katanya. Dengan keadaan itu, pria dengan obesitas cenderung akan bertindak pasif. Hal ini tentu dapat mempengaruhi hubungan seksual suami dan isteri.


* Jumlah Sperma Sedikit

Selain pengaruh fisik, terjadi juga gangguan pada metabolisme androgen yang berkaitan dengan spermatogenesis.


Menurut Dr. Indra, "Pada pria obesitas, juga bisa terjadi jumlah sperma yang dihasilkan berada di bawah normal. Bahkan bisa tidak diproduksi sama sekali." Dengan kata lain, obesitas pada pria dapat menghambat fungsi hormon testis.


Pengaruh ketidaksuburan akibat obesitas terjadi pada laki-laki dan perempuan. Penelitian tentang hubungan antara obesitas dan kesuburan sudah banyak dilakukan dengan hasil yang mendukung.

Dikatakan oleh DR. Dr. Elvina Karyadi, MSc., perempuan obesitas biasanya mengalami anovulatory chronic atau haid tidak teratur secara kronis. "Hal ini mempengaruhi kesuburan, di samping juga faktor hormonal yang ikut berpengaruh," tandas dokter ahli gizi dari Seameo-Tropmed UI ini.


Perubahan hormonal atau perubahan pada sistem reproduksi bisa terjadi akibat timbunan lemak pada perempuan obesitas. "Timbunan lemak itu memicu pembuatan hormon, terutama estrogen," jelas Dr. Yanto Kadarusman, Sp.OG-KFER, konsultan fertilitas dari FKUI-RSCM Jakarta.



Normalnya, pada usia reproduksi calon hormon estrogen ini berasal dari ovarium. Selain sebagai penghasil gamet atau ova, ovarium juga berperan sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Hanya saja, pada perempuan obesitas, estrogen ini tidak hanya berasal dari ovarium tapi juga dari lemak yang berada di bawah kulit.


"Lemak bawah kulit itu berisi kolesterol, dan lemak. Ini prekursor dari estrogen," ujar Dr. Yanto. Maksudnya, estrogen yang berasal dari luar ovarium cukup banyak dibuat. Padahal dari dalam ovarium sendiri belum banyak estrogen yang terbentuk.


Hal ini lalu menyebabkan keluarnya luitenizing hormone (LH) sebelum waktunya. LH yang terlalu cepat keluar menyebabkan telur tidak bisa pecah dan progesteron tidak terangsang, sehingga pada suatu waktu siklusnya menjadi berantakan. Kejadian ini bisa dilihat dari siklus haid yang tidak teratur, jumlah haid yang keluar cukup banyak, dan juga masa haid yang lebih lama.


* Tumbuh Banyak Bulu!

LH yang keluar terlalu cepat akan merangsang keluarnya hormon progesteron dan androgen. Pada siklus normal, hal ini tidak terlalu masalah, karena hormon androgen akan diubah menjadi estradiol.

Pada perempuan obesitas, androgen yang keluar terlalu cepat tidak akan diubah menjadi estradiol. Mengapa? Karena hormon androgen yang keluar itu yang tidak berikat. "Inilah yang akan membuat sel telur tidak berkembang. Akibatnya ovulasi tidak terjadi," tandas Dr. Yanto.


Tingginya hormon androgen pada perempuan bisa dikenali dengan berkembangnya seks sekunder. "Timbulnya kumis, pertumbuhan bulu yang banyak, dan banyak jerawat. Metabolisme karbohidrat yang terjadi juga akan diubah menjadi lemak, sehingga orang akan semakin gemuk," ujarnya.


Masalah lain yang juga akan timbul pada penderita obesitas adalah insulin resistance. Apa hubungannya dengan ketidaksuburan? Menurut Dr. Yanto yang banyak menangani kasus infertilitas ini, "Insulin tidak mampu memasukkan gula secara benar ke ovarium, karena reseptornya ada yang rusak.. Pertumbuhan sel telur juga jadi tidak bagus atau bahkan akan berhenti. Inilah yang disebut ovarium polikistik."


Pada pria, insulin resistance ini akan menghambat perkembangan sperma. Bila hal ini terjadi, maka penderita akan diberi insulin synthesizer. Reseptor insulinnya dibuat sensitif lagi dengan menggunakan obat-obatan.


Obesitas memang bisa menjadi salah satu faktor terjadinya ketidaksuburan. Namun tentu saja banyak faktor lainnya yang juga turut mempengaruhi masalah tersebut, seperti faktor sperma, saluran telur, ovulasi, infeksi panggul, infeksi vagina, kelainan organik, kemampuan leher rahim dalam menerima sperma, endometrium, dan juga endometriosis.


Untuk mencegah atau mengatasi ketidaksuburan, persoalan obesitasnya tentu saja harus diatasi lebih dulu. Caranya adalah dengan menurunkan berat badan dan berolahraga.


Ditambahkan DR. Elvina, "Obesitas bisa ditangani dengan berbagai cara. Kombinasi antara diet, olahraga, dan obat-obatan bisa dilakukan, tergantung berapa berat obesitasnya."


Bila masih masuk derajat ringan atau overweight, menurut DR. Elvina, kombinasi diet dan olahraga bisa dilakukan dengan intensif dan pengawasan yang ketat. Namun dalam kasus obesitas berat dan ada beberapa komplikasi penyakit penyerta, biasanya diberikan obat-obatan untuk menurunkan berat badan.


Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai berat badan normal tidak bisa ditentukan secara umum. "Tergantung masing-masing kasus dan individu. Namun yang perlu diingat bahwa penurunan berat badan yang aman adalah 0,5 kg sampai 1 kg per minggu," tuturnya. Penurunan berat badan yang terlalu cepat dan banyak dalam waktu singkat, sangat tidak dianjurkan. @ Diana Yunita Sari

* Bentuklah Irama Rasa Lapar..!

Diperlukan motivasi serta disiplin yang kuat untuk melakukan program diet. Setidaknya beberapa anjuran dari Dr. HR Rachmad Soegih, Sp.G., ahli gizi dari FKUI Jakarta berikut ini bisa menjadi masukan.


* Diet yang rasional dan aman.

Diet yang dianjurkan adalah diet rendah kalori, adekuat, rendah lemak, seimbang dan ditekankan pada pemilihan menu dari makanan konvensional agar diet mudah dilakukan dalam waktu lama.


* Diet sesuai diagnosa dan kondisi pasien.

* Asupan kalori berdasarkan kebiasaan sehari-hari, aktivitas fisik, usia, dan jenis kelamin. Biasanya, diet yang dipilih adalah mengurangi asupan sekitar 500 kalori per hari, menghitung asupan kalori 900-1200 kalori per hari atau menghitung asupan separuh dari kebiasaan asupan sehari-hari.


* Asupan protein sekitar 15 persen dari total kalori, atau sekitar 0,8-1,2 g/kg berat badan. Bisa juga disesuaikan dengan kebutuhan harian yang direkomendasikan (RDA) sesuai umur. Jumlahnya bisa sedikit lebih tinggi dari kebutuhan.


* Kebutuhan lemak adalah 20 persen dari total kalori.


* Mencukupi karbohidrat komplek dan tinggi serat lebih dari 30 gram per hari.

* Minum air putih minimal 2 liter per hari. Maksudnya untuk mengekskresi sisa metabolisme dan membuat lambung cepat penuh.

* Mengurangi jumlah asupan makanan dengan membuat jadual makan. Bagi yang jarang makan, frekuensi makan adalah 4 kali sehari. Sedangkan bagi yang suka ngemil, perlu 5 kali sehari.

* Makan sesuai jadual akan membentuk ritme rasa lapar. Rasa lapar harus terjadi pada jam tertentu, sehingga jumlah porsi makanan dapat dikuasai.

* Ganti karbohidrat yang biasa dikonsumsi untuk makan pagi dengan golongan protein. Protein lebih lama tinggal dalam lambung dan menyebabkan rasa kenyang yang lebih lama. Buah dan sayuran bisa dijadikan makanan selingan, lebih baik daripada mengkonsumsi karbohidrat.

* Bypass Lambung, Pilihan Terakhir..!

Bila metode konvensional lewat diet, olahraga maupun obat-obatan penurun berat badan tidak berhasil, maka tindakan operasi bisa dilakukan. Ini merupakan tindakan terakhir untuk mengatasi obesitas.

Menurut Dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD., tindakan operasi yang dilakukan adalah prosedur gastroplasti vertical banded atau mengecilkan lambung serta bypass lambung. Pada pengecilan lambung, tindakan operasi untuk membuat lambung menjadi sempit.

"Sedangkan pada bypass lambung, dibuat kantung kecil di bagian atas lambung dan dihubungkan langsung ke usus halus atau yeyenum. Sehingga makanan hanya melalui sebagian kecil lambung dan langsung ke yeyenum," tukasnya.

Operasi ini dilakukan dengan syarat yang ketat. "Operasi ini hanya dilakukan pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) 40 atau lebih dari 35, dan disertai komplikasi. Ini berarti berat badannya kurang lebih dua kali berat badan ideal," tambah Dr. Ari.

Keuntungan dari teknik ini adalah penurunan berat badan secara drastis dapat dicapai dengan lebih cepat. Hanya saja penurunan ini tergantung dari teknik operasi yang dilakukan. Untuk teknik gastropati, berat badan turun hampir 40 persen dalam dua tahun pertama. Sedangkan pada teknik bypass penurunan berat badan bisa mencapai 60 persen dalam rentang waktu yang sama.

Efek samping operasi seperti terjadinya luka dalam dan bocor bisa saja terjadi. Bahkan kematian perioeratif juga mungkin terjadi, tapi jumlahnya relatif kecil, sekitar 1 persen. Efek lain yang bisa timbul paska operasi dalam jangka panjang adalah kekurangan zat besi, kalsium dan vitamin B12. Selain juga mengalami berbagai malabsorpsi (tidak teserapnya dengan baik) zat gizi.

Teknik seperti ini tidak populer di Indonesia. Kalau pun ada dokter bedah digestif yang melakukan, maka ia harus sudah biasa dengan teknik operasi ini. Yang perlu diperhatikan tindakan operasi untuk mengurangi berat badan merupakan penanganan yang serius. Setiap individu sebaiknya paham betul tindakan ini. Pasien dan dokter sebaiknya berhati-hati atas manfaat dan risiko yang ada.

Reaksi Paska Operasi…

* Mual dan muntah sering terjadi dalam bulan pertama paska operasi bypass lambung. Hal itu bisa terjadi setelah makan terlalu cepat, minum sambil makan, tidak mengunyah dengan baik atau makan lebih banyak dari kemampuan kantung lambung untuk menahannya. Sangat dianjurkan untuk belajar makan secara perlahan dan mengunyah dengan baik. Mual dan muntah bisa dipicu setelah mengkonsumsi makanan baru. Jika hal ini terjadi, beri waktu beberapa hari sebelum mencoba jenis makanan baru lagi. Segera ke dokter jika frekuensi muntah menjadi masalah.

* Dehidrasi harus diwaspadai, apalagi jika terjadi muntah atau diare berkali-kali. Dehidrasi bisa dicegah dengan minum air isotonik rendah kalori di antara waktu makan (saat tidak ada makanan dalam lambung). Perlu diingat bahwa lambung hanya bisa menampung 3-4 ons pada satu waktu.

* Sindroma dumping terjadi saat makanan melintas terlalu cepat dari lambung menuju usus halus. Sindrom ini bisa mencakup kombinasi mual, rasa penuh pada perut yang menimbulkan ketidaknyamanan, kram perut, diare, lesu dan lemah, berkeringat dan denyut jantung yang cepat. Sindroma ini juga bisa ditimbulkan dari makanan yang manis dan berkadar gula tinggi.

* Intoleran makanan terutama terhadap daging merah, susu, dan makanan tinggi serat biasa dialami oleh banyak pasien. Karena hal ini bervariasi pada setiap individu, maka pemilihan makanan menjadi hal yang baik untuk meminimalisasi gejala tadi.


Hampir semua orang yang melakukan bypass lambung mempunyai masalah dengan makanan berlebih. Penyebabnya sangat komplek, termasuk genetik, emosi, termasuk fungsi dari otak. Tidak ada yang berubah setelah operasi, kecuali ukuran lambung yang lebih kecil dari semula. Makan berlebih dengan ukuran lambung yang baru dapat menyebabkan muntah, pelebaran kantung lambung, penambahan berat badan bahkan pecahnya lambung. Edukasi, konseling, dukungan dari orang terdekat dan pengobatan lainnya dapat membantu mengatasi keinginan untuk makan berlebih.

Risiko lain adalah sakit perut, usus dan maag.

Yang perlu diperhatikan

* Lambung baru setelah operasi hanya bisa menampung 1/2 cup pada satu waktu.

* Makanlah makanan dalam porsi kecil tiap harinya setelah operasi.

* Kunyah makanan secara keseluruhan dan perlahan.

* Hindari mengkonsumsi permen karet, karena jika tertelan bisa menyumbat jalan lambung.

* Jangan makan berlebihan.

* Rilek dan nikmati kehidupan baru Anda.



Manfaat

* Kebanyakan pasien mengalami penurunan berat badan secara cepat sampai 18-24 bulan setelah prosedur operasi dilaksanakan.

* Operasi memperbaiki kasus obesitas dengan kondisi tertentu. Sebagai contoh, dalam penelitian terhadap kadar gula dalam darah dari pasien obesitas dengan diabetes kembali ke keadaan normal setelah operasi. Meski begitu, ada beberapa pasien yang kadar gula darahnya tidak kembali normal karena pengaruh usia yang menua atau mengidap diabetes untuk jangka waktu yang lama.


Risiko

* Sepuluh dari 20 persen pasien yang melakukan operasi penurunan berat badan membutuhkan operasi lanjutan untuk mengoreksi komplikasi yang terjadi. Hernia adalah komplikasi yang paling banyak terjadi sehingga dibutuhkan tindakan operasi lanjutan. Komplikasi yang jarang terjadi termasuk membagi jalur makanan dan melonggarkan saluran keluar dari perut.

* Lebih dari sepertiga pasien yang melakukan operasi lambung mengalami masalah batu empedu. Batu empedu merupakan gumpalan kolesterol dan juga bentuk lain yang timbul pada kandung empedu. Selama penurunan berat badan yang cepat, risiko timbulnya batu empedu meningkat. Kondisi ini bisa dicegah dengan penambahan garam empedu selama 6 bulan pertama setelah operasi.

* Sekitar 30 persen dari pasien yang menjalani operasi mengalami defisiensi nutrisi sehingga timbul anemia, osteoporosis dan penyakit metabolis tulang. Defisiensi ini dapat dihindari dengan menjaga asupan vitamin dan mineral.

Perempuan yang masih berada dalam masa reproduksi sebaiknya menghindari kehamilan sampai berat badan stabil. Penurunan berat badan secara cepat dan timbulnya defisiensi dapat membahayakan perkembangan janin.